Hakekat Pendidik
Pendidik
merupakan orang yang membimbing terjadinya
proses pendidikan pada peserta didik, sehingga pendidik memiliki
tanggungjawab terhadap keberhasilan atau
kegagalan pendidik. Seorang pendidik seyogyanya memiliki kelebihan dari peserta
didik, yang membuat peserta didik merasa tergantung, dan sangat membutuhkannya.
Menjadi pendidik merupakan fitrah setiap
manusia dalam memenuhi tanggung jawabnya sebagai orangtua terhadap anaknya.
Sesuai dengan hal ini, M. Fadhil Jamil memaknai pendidik sebagai orang yang
mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik, sehingga terangkat derajat kemanusiaannya sesuai dengan kemampuan dasar
yang dimiliki oleh manusia. Marimba mengartikan pendidik sebagai orang yang
memikul tanggungjawab sebagai pendidik,
yaitu manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya bertanggungjawab tentang pendidikan peserta
didik. Dalam Islam terdapat beberapa kelompok pendidik, yaitu Allah SWT.
seperti yang tergambar dalam surah Al-Baqarah ayat 31 berikut.
Artinya :
Dan
Allah mengajarkan kepada Adam as. nama-nama semua benda yang
ada, kemudian ditunjukkannya kepada malaikat, dan
berkata, ”Terangkan kepadaku nama-nama semua benda ini, jika kamu semua adalah
orang yang benar.[1]
Adapun
pendidik dalam Islam adalah semua manusia dewasa yang memiliki tanggung jawab
pendidikan, yaitu orangtua dari setiap anak yang dilahirkan. Pendidik azasi dan sebenar-benar pendidik adalah Allah
SWT. sebagaimana Adam manusia pertama yang diciptakan Allah SWT. langsung
dididik pisik maupun mentalnya oleh Allah SWT.
Manusia sebagai pendidik hendaknya tidak lari ketentuan-ketentuan Allah,
serta memiliki sifat-sifat asmaul husna yang patut dimiliki manusia. Manusia
bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya baik untuk dirinya sendiri ataupun
untuk orang lain. Hadits nabi Muhammad saw. berbunyi :
سم مكلكو عار مكلك ( يراخب
يور )
Artinya:
“Masing-masing kamu adalah pemelihara, dan setiap pemelihara akan ditanya atas
peliharaannya”.
Sesuai
dengan hal di atas Ramayulis mengklasifikasikan pendidik menjadi
beberapa
bentuk, yaitu Allah SWT. seperti yang
termaktub dalam Al-Quran surah Al-Fatihah ayat 1 yang berbunyi :
Artinya
:
“Segala puji bagi Allah
Rabb sekalian alam”.
Begitu
pula surah Al-Baqarah ayat 31, dan hadits nabi Muhammad SAW.yang
berbunyi :
يبيدأت هسحأف يبر يىبدأ
Artinya
: “Tuhanku telah addabani (mendidikku), maka Ia membaikkan
pendidikanku.”
·
Pendidik yang kedua adalah Nabi Muhammad
SAW. Nabi Muhammad SAW. merupakan utusan Allah yang merupakan perpanjangan
tangan dari Allah dalam menyampaikan
ajaran-ajaranNya. Nabi menerima wahyu dari Allah SWT dan berkewajiban mendidik dan mengarahkan umat
manusia ke jalan yang diridhoinya. [2]
·
Pendidik
yang ketiga adalah orangtua. Orangtua adalah pendidik di lingkungan
keluarga, karena decara alami anak-anak pada masa awal kehidupannya berada di tengah-tengah
ayah dan ibunya. Dari merekalah anak menerima pendidikan. Orangtua adalah
pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak
mula-mula menerima pendidikan. Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan
terdapat dalam kehidupan keluarga. Orangtua memiliki tanggungjawab pertama dan
utama dalam mendidik anak, akan tetapi karena ketidakmampuan orangtua, baik
dari segi kemampuan ilmu pengetahuan
yang dimiliki maupun dari segi keterbatasan waktu dan tenaga yang dimiliki,
mereka seringkali mengalihkan kewajiban mereka pada seorang atau beberapa orang
guru dalam mendidik anak mereka.
Karakteristik orangtua sebagai pendidik dalam
Al-Quran digambarkan seperti sosok Luqman sebagaimana surah Luqman (31) ayat 13
berikut.
Artinya:
Dan ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika ia mengajarinya, “Hai anakku,
jangan kamu sekutukan Allah! Sesungguhnya syirik itu adalah suatu kezaliman
yang besar.”
mengemukakan bahwa tanggungjawab pendidikan
Islam
yang menjadi beban orangtua sekurang-kurangnya harus dilaksanakan dalam rangka
:
1. Memelihara dan membesarkan anak.
2. Melindungi dan menjamin kesamaan, baik
jasmaniah maupun rohaniah.
3. Memberi pengajaran dalam arti yang l[3]uas.
4. Membahagiakan anak, baik dunia maupun di
akhirat.
Pendidik
keempat adalah guru. Guru adalah pendidik dalam lemabga-lembaga pendidikan
formal. Pada dasarnya guru adalah perpanjangan tangan dari orangtua yang mendapat
amanah untuk mendidik anak. Sebagai pemegang amanah, guru bertanggung jawab atas amanah yang dibebankan kepadanya,
sebagaimana surah An-Nisa ayat 58 yang
berbunyi :
Artinya
: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak
menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia maka
tetapkanlah dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah maha mendengar lagi maha melihat.”
Guru adalah pendidik profesional, yang
memiliki tanggungjawab secara profesi terhadap pekerjaan yang diemban. Berbeda
dengan orangtua, seorang guru memiliki hak dan kewajiban secara tertulis, yang
memiliki konsekuensi khusus dari hak dan kewajiban tersebut. Sebagaimana orangtua, pada dasarnya guru juga
adalah orang dewasa, yang diserahi tanggungjawab profesi oleh orangtua. Oleh
karena itu seorang guru harus memenuhi beberapa persyaratan agar proses
pendidikan yang dilaksanakannya dapat mencapai tujuannya dengan baik. Zakiyah
Daradjat mengemukakan 4 syarat yang
harus dimiliki seorang guru, yaitu :
1. Taqwa
kepada Allah, sebab guru adalah teladan bagi muridnya sebagaimana rasulullah
Muhammad saw. menjadi telah bagi umatnya.
2. Berilmu, yang dibuktikan dengan adanya ijazah
yang dimiliki.
3. Sehat
jasmani, karena profesi mengajar memerlukan tenaga yang cukup besar dalam
menghadapi beragam bentuk peserta didik.
4. Berkelakuan baik dan dapat memberi contoh teladan bagi peserta
didik bagaimana cara berprilaku.
Seorang guru seharusnya
memiliki ciri :
1. Mencintai jabatannya sebagai seorang guru
2. Bersikap adil terhadap semua murid [4]
3. Berlaku sabar dan tenang
4. Berwibawa
5. Gembira dan menyenangkan
6. Bersifat menusiawi
7. Mampu bekerjasama dengan guru-guru yang lain
8. Dapat bekerjasama dengan masyarakat
Seorang
Pendidik profesional memiliki tugas
mengajak manusia untuk tunduk dan patuh pada hukum Allah guna memperoleh
keselamatan dunia dan akhirat. Selain itu
guru memiliki tugas secara khusus sebagai pengajar (instruktur) yang
bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah
disusun dan penilaian setelah program tersebut dilaksanakan; sebagai pendidik
yang mengarahkan peseta didik pada tingkat kedewasaan; sebagai pemimpin
(manajerial) yang memimpin dan mengendalikan diri sendiri, peserta didik dan
masyarakat terkait. Seorang guru
hendaknya mampu menjadi orangtua sekaligus teman bagi peserta didik, sehingga
terjalin komunikasi dua arah yang mampu menumbuhkan terjadinya proses belajar
pada diri peserta didik. Guru berhak pula mendapat penghargaan dari apa yang
telah mereka lakukan berupa kenaikan jabatan dan tunjangan mengajar sebagai
penunjang perekonomian mereka sehari-hari.Sebagai pendidik profesional seorang
guru hendaknya tidak pernah merasa puas dengan apa yang telah diperolehnya saat
ini, akan tetapi harus selalu memperbaharui diri dengan berbagai penelitian dan
mempelajari penemuan-penemuan yang dihasilkan sebuah penelitian. Dalam arti
kata seorang guru dituntut selalu belajar dan memperbaharui apa yang telah
dimilikinya. Guru seperti inilah yang diharapkan dapat menghantarkan proses
pendidikan yang gemilang bagi peserta didik. Islam memandang perbuatan mendidik
sebagai perbuatan yang mulia. Pendidik merupakan perpanjangan tangan Allah SWT.
dan Nabi Muhammad SAW.[5]
dalam menyebarluaskan ajaran-ajaran Allah di muka bumi, sehingga setiap orang
yang mengambil pekerjaan pendidik akan mendapat tsawab (reward) dari Allah, dan
sebaik-baik pendidik adalah orang yang mengajarkan Al-Quran, sebagaimana hadits
nabi Muhammad SAW.
ًملعو نأرقلا ملعت هم مكريخ ( يراخب ياور )
Artinya
: “Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari Al-Quran dan
mengajarkannya.
B.
Hakekat Peserta Didik
Peserta
didik pada dasarnya merupakan manusia yang sedang dalam masa pertumbuhan dan
perkembangan, yang memerlukan bantuan dari orang lain (orang dewasa) untuk
menjalani pertumbuhan dan perkembangannya
tersebut. Peserta didik memiliki berbagai kebutuhan, yang dapat
dikategorikan kepada kebutuhan pisik dan non pisik, di mana masing-masing
kebutuhan harus terpenuhi dengan baik. Islam sebagai agama universal tidak
hanya mementingkan masalah ibadah, namun juga masalah yang lainnya. Islam
sangat memperhatikan masalah-masalah yang berhubungan dengan pendidikan. Dalam
hal pendidikan, khususnya mengenai anak didik Islam mempunyai pandangan
ontologis tersendiri yang tidak dimiliki
oleh ajaran agama lain. Pandangan ontologis Islam tentang pendidikan dapat
dilihat dari konsep fitrah. Fitrah merupakan elemen dasar yang dimiliki oleh
semua manusia, dalam hal ini termasuk pendidik dan peserta didik.
Potensi
untuk beragama umpamanya, dapat diarahkan lewat pendidikan. Pada dasarnya semua
anak yang baru dilahirkan sudah membawa potensi beragama dan kecenderungan
untuk berTuhan, untuk mencari sesuatu
yang dapat melindungi dan mengatasi berbagai persoalan yang kadang kala tidak
dapat diatasinya dengan hanya mengandalkan manusia dan ilmu pengetahuan yang
dimiliki oleh manusia. namun anak
tersebut memiliki potensi-potensi yang bersih dari pengaruh lingkungan, ketika
ia baru dilahirkan. Potensi-potensi inilah yang dapat dikembangkan[6] oleh
seorang pendidik melalui pendidikan. Sesuai dengan hal di atas, sebuah hadits
nabi mengemukakan hal yang sama :
ًواسجسمي وأ ًوارصىي وأ ًوادرهي ياىبأف ةرطفلا ئلع
ذلىي لاا دىلىم هم ام ( يراخب ياور )
artinya : Tidak adalah anak yang dilahirkan itu
kecuali dalam keadaan fitrah, maka kedua
orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nashrani atau Majusi. Hadits riwayat
Bukhari.
Fitrah
dalam hadits di atas lebih menekankan pada potensi beragama yang dimiliki
setiap manusia,dan pendidiklah yang akan mengarahkan kecenderungan beragama tersebut sesuai dengan yang
seharusnya. Sesuai dengan fitrah ini dapat pula disimak ayat Al-Quran suarah Ar-Ruum (30) ayat
30 berikut:
Artinya
: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus
kepada agama Allah, tetaplah fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahuinya.
Dalam fitrah terkandung
beberapa komponen potensial yang siap
dikembangkan, yaitu :
1. Kemampuan dasar untuk beragama Islam seperti yang digambarkan dalam Al-Quran
dialog antara janin dan Tuhan ketika janin masih berada di dalam rahim seorang
ibu, di mana Allah menanyakan “alasTu bi Robbikum?” Janin menjawabnya dengan
“Balaa, syahidna.”
2. Mawahib
(bakat) yang memuat kemampuan
dasar yang lebih dominan dibandingkan
dengan yang dimiliki orang lain, dan
“Qabliyyat” (tendensi atau kecendrungan) yang mengacu kepada keimanan kepada
Allah
3. Naluri dan kewahyuan (revilation) [7]
4. Kemampuan dasar untuk beragama secara umum
5. Dalam fitrah terdapat komponen psikologis
apapun, yaitu bakat, instink atau gharizah, nafsu dan dorongan-dorongannya,
karakter atau watak tabi`at manusia, hereditas atau keturunan, serta intuisi
atau ilham yang dapat dilihat dalam diagram fitrah yang digambarkan M. Arifin berikut ini: Dari diagram di atas
dapat dilihat ada enam potensi dasar yang dimiliki anak yang baru dilahirkan
yang tercakup dalam konsep fitrah,
yaitu:
1. Bakat
dan kecerdasan
2. Hereditas (keturunan)
3. Nafsu
(drivers)
4. Karakter
(watak asli)
5. Intuisi
(ilham)
6. Instink
(naluri).
Seorang
anak yang dilahirkan telah memiliki bekal bakat dan kecerdasan yang akan memberikan peluang bagi anak tersebut
untuk berhasil dalam kehidupannya sesuai dengan bakat dan kemampuan yang ia
miliki. mengklasifikasikan kecerdasan kepada kecerdasan intelektual, kecerdasan
emosional, kecerdasan spritual dan
kecerdasan qalbu. Kecerdasan intelektual adalah kecerdasan yang menuntut pemberdayaan
otak, hati, jasmani dan pengaktifan manusia untuk berinteraksi secara
fungsional dengan yanglain. Kecerdasan intelektual
berhubungan dengan proses kognitif seperti berpikir, daya menghubungkan, menilai dan memilah serta mempertimbangkan sesuatu,
atau kecerdasan yan Potensi dasar Bakat dan Kecerdasan Instink (naluri) Hereditas Keturunan
Intuisi (ilham) Nafsu (drivers)
Karakter
(Watak asli) Hartono: Pendidik Dan Peserta
Didik Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam berhubungan dengan strategi
pemecahan masalah dengan menggunakan logika. Tentang kecerdasan intelektual ini dapat disimak surah
An-Nahl ayat 12 berikut. [8]
Artinya
: “Dan Dia menundukkan malam, siang, matahari, bulan untukmu. Dan
bintang-bintang itu ditundukkkan (untukmu) dengan perintahNya. Sesungguhnya pada demikian itu
terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal.”
Adapun
hakikat peserta didik menurut (Zahara
Idris dan H. Lisma Jamal) adalah sebagai
berikut :
a. peserta
didik adalah pribadi yang sedang berkembang
b. peserta
didik bertanggung jawab atas pendidikannya sendiri sesuai dengan wawasan
pendidikan seumur hidup.
c. Peserta
didik adalah pribadi yang memiliki potensi, baik fisik maupun psikologis yang
berbeda-beda sehingga masing-masing merupakan insan yang unik.
d. Peserta didik
memerlukan pembinaan individual dan perlakuan yang manusiawi.
e. Peserta
didik pada dasarnya merupakan insan yang aktif menghadapi lingkungannya.
f. Peserta
didik memiliki kemampuan untuk mandiri.
Menurut Raka
Joni menyatakan bahwa hakikat peserta didik didasarkan pada 4 hal yaitu:
a. Peserta
didik bertanggung jawab terhadap pendidikan sesuai dengan wawasan pendidikan
seumur hidup.
b. Memiliki
potensi baik fisik maupun psikologi yang berbeda-beda sehingga masing-masing
subjek didik merupakan insan yang unik.
c. Memerlukan
pembinaan individual serta perlakuan yang manusiawi.[9]
d. Pada
dasarnya merupakan insan yang aktif menghadapi lingkungan.
C. Model
intraksi pendidik dan peserta didik dalam
pendidikan
Dalam peroses
pembelajaran antara pendidik dan pesrta didik
harus ada intraksi. Pendidikan pada dasarnya merupakan intaraksi antara
pendidik dan peserta didik, untuk mencapai tujuan pendidikan, yang berlangsung
dalam lingkungan tertentu. Lingkungan ini diatur serta diawasi agar kegiatan
terarah sesuai dengan tujuan pendidikan. Pendidikan berfungsi membantu peserta didik
dalam mengembangkan dirinya yaitu mengembang semua potensi, kecakapan serta
karakteristik pribadinya kearah positif, baik bagi dirinya maupun lingkungan.
Fungsi dan
tujuan pengajaran
1. Menjadi
titik sentral perhatian dan pedoman dan melaksanakan aktifitan/intraksi belajar
mengajar.
2. Menjadi
penentuarah kegiatan
3. Menjadi
titik sentral perhatian dan pedoman dalam menyusun disain pengajaran
4. Menjadi
materi pokok yang akan dikembangkan dalam memperdalam dan memperluas ruang
lingkupnya.
5. Menjadi
pedoman untuk mencegah/mengindari penyimpangan yang akan terjadi.
Roestilah
(1994:35) mengemukakan bahwa intraksi yaitu proses dua arah yang mengandung
tindakan atau perbuatan komunikator maupun komunikan.
Macam-macam
intraksi dalam pembelajaran [10]
1. Komunikasi
sebagai aksi atau komunikasi satu arah
Yaitu guru
sebagai pemberi aksi dan siswa sebagai penerima aksi, guru aktif, siswa pasif,
mengajar dipandang sebagai kegiatan penyampaian bahan pelajaran.
2. Komunikasi
sebagai intraksi atau komunikasi dua arah
Yaitu guru yang
berperan sebagai pemberi aksi atau penerima aksi. Sebaliknya siswa bisa
menerima aksi bisa pula menerima aksi. Dialog akan terjadi antara guru dan
siswa.
3. Komunikasi
seagai transaksi atau komunikasi banyak arah
Komunikasi tidak
hanya terjadi antara guru dengan siswa, tetapi juga antara siswa dengan siawa.
Siswa dituntut aktif dari pada guru. Siswa seperti halnya guru dapat berfungsi
sebagai sumber belajar bagi siswa lain.
Menurut
prof. Djaali ada empat intraksi pendidikan
1) Intraksi
murid dengan murid
2) Intraksi
murid dengan guru
3) Itraksi
murid dengan sumber belajar
4) Intraksi
murid dengan lingkungan.
0 komentar:
Posting Komentar