Inteligensi merujuk pada kemampuan. Gaya berfikir dan belajar (learning and thinking styles) bukanlah
kemampuan, tetapi cara yang disukai untuk menggunakan kemampuan seseorang
(Drysdale, Ross, & Schuylts, 2001; Sternberg, 1997). Guru mungkin akan mengatakan
bahwa anak melaksanakan kegiatan belajar dan berfikir dengan berbagai cara yang mencengangkan. Guru
sendiri juga bervariasi dalam gaya berfikir dan belajarnya. Tak satupun dari
kita yang hanya punya satu gaya belajar dan berfikir, kita punya banyak gaya.
Individu itu sangat bervariasi sehingga ada ratusan gaya belajar dan berfikir
yang dikemukakan oleh para pendidik dan psikologi. Bahasan gaya belajar dan
berfikir di sini bukan pembahasan yang lengkap, tetapi hanya akan diperkenalkan
dua gaya yang paling banyak didiskusikan.
A.
Gaya Berfikir dan Gaya Belajar
Dikotomi
Gaya Belajar dan Berfikir
Dua
dikotomi yang paling banyak didiskusikan dalam wacana tentang pembelajaran
adalah gaya impulsif/reflektif dan mendalam/dangkal.
Gaya
Impulsif/Reflektif, gaya
impulsif/reflektif juga disebut sebagai tempo konseptual, yakni murid cenderung
bertindak cepat dan impulsif atau menggunakan lebih banyak waktu untuk
merespons dan merenungkan akurasi dari suatu jawaban (Kagan, 1965). Murid yang impulsif
seringkali lebih banyak melakukan kesalahan ketimbang murid yang reflektif.
Riset
terhadap impulsivitas/refleksi telah memengaruhi pendidikan (Jonassen &
Grabowski, 1993). Dibandingkan murid yang impulsif, murid yang reflektif lebih
mungkin melakukan tugas di bawah ini :
·
Mengingat
informasi yang terstruktur.
·
Membaca
dengan memahami dan menginterpretasi teks.
·
Memecahkan
problem dan membuat keputusan
Dibandingkan
murid yang impulsif, murid yang reflektif juga lebih mungkin untuk menentukan
sendiri tujuan belajar dan berkonsentrasi pada informasi yang relevan. Murid
reflektif biasanya standar kinerjanya tinggi. Banyak bukti menunjukkan murid
reflektif lebih efektif dan lebih baik dalam pelajaran sekolah ketimbang murid
impulsif.
Dalam
mengkaji gaya impulsif dan reflektif, ingatlah bahwa walaupun kebanyakan murid
belajar dengan lebih baik saat mereka menggunakan gaya reflektif, ada beberapa
anak yang memang bisa cepat belajar secara tepat dan bisa membuat keputusan
sendiri. Bereaksi cepat adalah strategi buruk hanya jika Anda berhadapan dengan
jawaban yang salah. Juga, beberapa anak reflektif mungkin terlalu sibuk
berkutat dengan satu problem dan kesulitan untuk memecahkannya. Guru bisa
mendorong murid ini untuk mempertahankan gaya reflektifnya tapi tetap bisa
mencapai solusi.[1]
Strategi
belajar untuk anak Impulsif, yaitu :
·
Pantau murid di kelas untuk
mengetahui mana anak-anak yang impulsif.
·
Bicara dengan mereka agar mau
meluangkan lebih banyak waktu untuk berpikir sebelum memberikan jawaban.
·
Dorong mereka untuk menandai
informasi baru saat mereka membahasnya.
·
Jadilah guru bergaya reflektif.
·
Bantu murid untuk menentukan standar
tinggi bagi kinerjanya.
·
Hargai murid impulsif yang mau
meluangkan lebih banyak waktu untuk berpikir. Pujilah peningkatan kinerja mereka.
Gaya
Mendalam/Dangkal. Maksudnya adalah sejauh mana murid
mempelajari materi belajar dengan satu cara yang membantu mereka untuk memahami
makna materi tersebut (gaya mendalam) atau sekadar mencari apa-apa yang perlu
untuk dipelajari (gaya dangkal) (Marton, Hounsell, & Entwistle, 1984).
Murid yang belajar dengan menggunakan gaya dangkal tidak tidak bisa mengaitkan
apa-apa yang mereka pelajari dengan kerangka konseptual yang lebih luas. Mereka
cenderung belajar secara pasif, sering kali hanya mengingat informasi. Pelajar
mendalam (deep learner) lebih mungkin
untuk secara aktif memahami apa-apa yang mereka pelajari dan member makna pada
apa yang perlu untuk diingat. Jadi, pelajar mendalam menggunakan pendekatan
konstruktivis dalam aktivitas belajarnya. Selain itu, pelajar mendalam lebih
mungkin memotivasi diri sendiri untuk belajar, sedangkan pelajar dangkal
(surface learner) lebih mungkin akan termotivasi belajar jika ada penghargaan
dari luar, seperti pujian dan tanggapan positif dari guru (Snow, Corno, &
Jackson, 1996).[3]
Strategi pengajaran untuk membantu
pelajar dangkal agar berpikir secara mendalam :
1. Pantau
murid untuk mengetahui mana yang merupakan pembelajar dangkal.
2.
Diskusikanlah dengan murid bahwa ada
yang lebih penting dari sekedar mengingat materi. Dorong mereka untuk menghubungkan
apa yang mereka pelajari sekarang dengan apa yang pernah mereka pelajari di
masa lalu.
3.
Ajukan pertanyaan dan beri tugas
yang mensyaratkan murid untuk menyesuaikan informasi dengan kerangka yang lebih
luas. Misalnya, alih-alih menanyakan soal nama ibu kota negara, tanyakan pada
mereka apakah mereka pernah mengunjungi ibu kota negara dan apa pengalaman
mereka.
4.
Jadilah seorang model yang memproses
informasi secara mendalam, bukan sekedar memberi informasi di permukaan saja.
Bahaslah topik secara mendalam dan bicaralah tentang bagaimana informasi yang
sedang anda diskusikan itu bisa dikaitkan dengan jaringan ide yang lebih luas.
5. Jangan
menggunakan pertanyaan yang membutuhkan jawaban ya atau tidak. Sebaiknya ajukan
pertanyaan yang membuat murid harus memproses informasi secara mendalam.
Hubungkan pelajaran yang efektif dengan minat murid.[4]
B. Macam-macam Gaya Belajar Siswa
Adapun
macam-macam gaya belajar siswa yaitu :
1. Visual (belajar dengan cara
melihat)
Lirikan keatas bila berbicara, berbicara dengan cepat. Bagi siswa yang bergaya belajar visual, yang memegang peranan penting adalah mata / penglihatan ( visual ), dalam hal ini metode pengajaran yang digunakan guru sebaiknya lebih banyak / dititikberatkan pada peragaan / media, ajak mereka ke obyek-obyek yang berkaitan dengan pelajaran tersebut, atau dengan cara menunjukkan alat peraganya langsung pada siswa atau menggambarkannya di papan tulis. Anak yang mempunyai gaya belajar visual harus melihat bahasa tubuh dan ekspresi muka gurunya untuk mengerti materi pelajaran. Mereka cenderung untuk duduk di depan agar dapat melihat dengan jelas. Mereka berpikir menggunakan gambar-gambar di otak mereka dan belajar lebih cepat dengan menggunakan tampilan-tampilan visual, seperti diagram, buku pelajaran bergambar, dan video. Di dalam kelas, anak visual lebih suka mencatat sampai detil-detilnya untuk mendapatkan informasi.
Ciri-ciri gaya belajar visual :
·
Bicara agak cepat
·
Mementingkan penampilan dalam
berpakaian/presentasi
·
Tidak mudah terganggu oleh keributan
·
Mengingat yang dilihat, dari pada
yang didengar
·
Lebih suka membaca dari pada
dibacakan
·
Pembaca cepat dan tekun
·
Seringkali mengetahui apa yang harus
dikatakan, tapi tidak pandai memilih kata-kata
·
Lebih suka melakukan demonstrasi
dari pada pidato
·
Lebih suka musik dari pada seni
·
Mempunyai masalah untuk mengingat
instruksi verbal kecuali jika ditulis, dan seringkali minta bantuan orang untuk
mengulanginya.
2. Auditori (belajar dengan cara mendengar)
Lirikan kekiri/kekanan mendatar bila berbicara, berbicara sedang-sedang saja. Siswa yang bertipe auditori mengandalkan kesuksesan belajarnya melalui telinga ( alat pendengarannya ), untuk itu maka guru sebaiknya harus memperhatikan siswanya hingga ke alat pendengarannya. Anak yang mempunyai gaya belajar auditori dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan apa yang guru katakan. Anak auditori dapat mencerna makna yang disampaikan melalui tone suara, pitch (tinggi rendahnya), kecepatan berbicara dan hal-hal auditori lainnya. Informasi tertulis terkadang mempunyai makna yang minim bagi anak auditori mendengarkannya. Anak-anak seperi ini biasanya dapat menghafal lebih cepat dengan membaca teks dengan keras dan mendengarkan kaset.
Ciri-ciri gaya belajar auditori :
·
Saat bekerja suka bicaa kepada diri
sendiri
·
Penampilan rapi
·
Mudah terganggu oleh keributan
·
Belajar dengan mendengarkan dan
mengingat apa yang didiskusikan dari pada yang dilihat
·
Senang membaca dengan keras dan
mendengarkan
·
Menggerakkan bibir mereka dan
mengucapkan tulisan di buku ketika membaca
·
Biasanya ia pembicara yang fasih
·
Lebih pandai mengeja dengan keras
daripada menuliskannya
·
Lebih suka gurauan lisan daripada
membaca komik
·
Mempunyai masalah dengan
pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan Visual
·
Berbicara dalam irama yang terpola
Dapat mengulangi kembali dan
menirukan nada, berirama dan warna suara
3. Kinestetik (belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh)
Lirikan kebawah bila berbicara, berbicara lebih lambat. Anak yang mempunyai gaya belajar kinestetik belajar melalui bergerak, menyentuh, dan melakukan. Anak seperti ini sulit untuk duduk diam berjam-jam karena keinginan mereka untuk beraktifitas dan eksplorasi sangatlah kuat. Siswa yang bergaya belajar ini belajarnya melalui gerak dan sentuhan.
Ciri-ciri gaya belajar kinestetik :
·
Berbicara perlahan
·
Penampilan rapi
·
Tidak terlalu mudah terganggu dengan
situasi keributan
·
Belajar melalui memanipulasi dan
praktek
·
Menghafal dengan cara berjalan dan
melihat
·
Menggunakan jari sebagai petunjuk
ketika membaca
·
Merasa kesulitan untuk menulis
tetapi hebat dalam bercerita
·
Menyukai buku-buku dan mereka
mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh saat membaca
·
Menyukai permainan yang menyibukkan
·
Tidak dapat mengingat geografi,
kecuali jika mereka memang pernah berada di tempat itu
·
Menyentuh orang untuk mendapatkan
perhatian mereka Menggunakan kata-kata yang mengandung aksi.[5]
STRATEGI PENGAJARAN
Secara harfiah, kata
“strategi” dapat diartikan sebagai seni (art) melaksanakan stratagem yakni siasat atau rencana (McLeod,1989). Banyak padanan
kata “strategi” dalam bahasa Inggris, dan yang dianggap relevan dengan
pembahasan ini ialah kata approach (pendekatan)
dan kata procedure (tahapan
kegiatan).
Dalam
perspektif psikologi, kata strategi yang berasal dari bahasa Yunani itu,
berarti rencana tindakan yang terdiri atas seperangkat langkah untuk memecahkan
masalah atau mencapai tujuan (Reber,1988). Seorang pakar psikologi pendidikan
Australia, Michael J. Lawson (1991) mengartikan strategi sebagai prosedur
mental yang berbentuk tatanan langkah yang menggunakan upaya ranah cipta untuk
mencapai tujuan tertentu.
Selanjutnya,
berdasarkan pertimbangan arti-arti tersebut di atas, maka strategi mengajar (teaching strategy) dapat penulis
definisikan sebagai sejumlah langkah yang direkayasa sedemikian rupa untuk
mencapai tujuan pengajaran tertentu. Sebuah strategi mengajar dapat berlaku
umum bagi semua guru bidang studi selama orientasi sasarannya sama. Sebagai
contoh, untuk memeroleh perhatian siswa yang sedang mengikuti uraian pelajaran
secara lisan (metode ceramah) guru dapat melakukan peragaan. Lalu peragaan ini
diikuti oleh siswa laki-laki, kemudian oleh siswa perempuan. Alternative siswa
lainnya pun dapat diambil guru, misalnya dengan penyajian kisah-kisah dramatis
sebagai selingan ceramahnya.
Dibandingkan dengan
metode mengajar, strategi mengajar, sebenarnya masih relatif baru dalam dunia
pengajaran. Ia baru mulai populer setelah Hilda Taba pada tahun 1960-an
menjelaskan kiat-kiat khusus mengajarkan kecakapan berfikir untuk anak-anak
(Tardif,1989). Strategi mengajar, seperti yang penulis singgung sebelum ini,
tidak terlepas dari metode mengajar, karena merupakan kiat praktis yang dipakai
guru untuk mengajar tertentu pula seperti metode ceramah, metode ceramah plus,
dan sebagainya.[6]
Strategi untuk mempermudah proses
belajar anak visual :
1. Gunakan materi visual seperti, gambar-gambar,
diagram dan peta.
2.
Gunakan warna untuk menghilite
hal-hal penting.
3.
Ajak anak untuk membaca buku-buku
berilustrasi.
4.
Gunakan multi-media (contohnya:
komputer dan video).
5.
Ajak anak untuk mencoba
mengilustrasikan ide-idenya ke dalam gambar.
6.
Strategi untuk mempermudah proses
belajar anak auditori :
1. Ajak
anak untuk ikut berpartisipasi dalam diskusi baik di dalam kelas maupun di
dalam keluarga.
2.
Dorong anak untuk membaca materi
pelajaran dengan keras.
3.
Gunakan musik untuk mengajarkan
anak.
4.
Diskusikan ide dengan anak secara
verbal.
5. Biarkan
anak merekam materi pelajarannya ke dalam kaset dan dorong dia untuk
mendengarkannya sebelum tidur.
Strategi untuk mempermudah proses
belajar anak kinestetik:
1. Jangan paksakan anak untuk belajar sampai
berjam-jam.
2.
Ajak anak untuk belajar sambil
mengeksplorasi lingkungannya (contohnya: ajak dia baca sambil menggunakan
gunakan obyek sesungguhnya untuk belajar konsep baru).
3.
Izinkan anak untuk mengunyah permen
karet pada saat belajar.
4.
Gunakan warna terang untuk
menghilite hal-hal penting dalam bacaan.
5. Izinkan
anak untuk belajar sambil mendengarkan musik.[7]
DAFTAR PUSTAKA
Santrock, John W. 2004. Educational Psychology, 2nd
Editional McGraw. Hill Company, Inc: Psikologi Pendidikan, Terjemahan Tri
Wibowo BS. Edisi Kedua, Jakarta: Prenamedia Group.
Syah, Muhibbin. 2016. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru.
Edisi Revisi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Santrock, John W. 2012. Educational Psychology, 3rd:
Psikologi Pendidikan, Edisi 13-Buku 1, Jakarta: Salemba Humanika.
Ormrod, Jeanne Ellis. 2009. Educational Psychology Developing Learners:
Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang, Terjemahan
Bahasa Indonesia Pada Penerbit Erlangga, Edisi Keenam, Jilid 2, Jakarta:
Penerbit Erlangga
Minarti Rahayu.
Blogspot.com>2013/3.
Pengertian gaya belajar & macam-macam gaya belajar
Elliy Susanti.
Blogspot.com>2012/8. Étudiants
en psichologie, Psikologi Pendidikan: Gaya Belajar & Berfikir
[1] John
W. santrock. Psikologi Pendidikan, edisi 2 (Jakarta; PRENAMEDIA GROUP, 2004),
hlm 155-156
[2]
Elliy Susanti. Blogspot.com>2012/8. Étudiants en psichologie, Psikologi
Pendidikan: Gaya Belajar & Berfikir
[3]
John W. Santrock. Psikologi Pendidikan, edisi 3 buku 1 (Jakarta: Salemba
Humanika, 2012) hlm 175-176
[4]
Elliy Susanti. Blogspot.com>2012/8. Étudiants en psichologie, Psikologi
Pendidikan: Gaya Belajar & Berfikir
[5]
Minarti Rahayu.Blogspot.com>2013/3. Pengertian Gaya Belajar &
Macam-macam Gaya Belajar
[6]
Muhibbin Syah. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2016), hlm 210-211
[7]
Minarti
Rahayu.Blogspot.com>2013/3.study/semester%20II/psikologi%20pendidikan/minarti%20%20PENGERTIAN%20GAYA%20BELAJAR%20&%20MACAM-MACAM%20GAYA%20BELAJAR.htm.
0 komentar:
Posting Komentar